Wednesday, October 29, 2003

Menguasai Diri Kunci Kemuliaan Hakiki
Oleh : Aa Gym


Bismillaahirrahmanirrahiim,

Saudaraku, marilah kita panjatkan do’a kepada saudara-saudara kita 54 hamba Allah yang wafat, menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Semoga Allah menerima amal kebaikannya dan mengampuni seluruh kesalahannya. Amin.

Saudaraku sekalian. Tidak ada satu orangpun yang rela dirinya direndahkan dan dihinakan. Semiskin dan serendah apapun pendidikan atau jabatannya betapapun ingin dihargai. Lebih tinggi daripada itu ingin dimuliakan. Ada yang menganggap harta, kedudukan, popularitas, penampilan sebagai tanda kemuliaan, maka dia berjuang keras untuk meraih harta, kedudukan, kekuasaan, penghargaan dan kemuliaan.

Tetapi kadang kita melihat, ternyata tidak semua orang yang mempunyai harta itu mulia. Tidak jarang kekayaan membuat kehinaan. Ada orang yang semakin tinggi kedudukan semakin hina. Ada orang yang semakin popular juga semakin tercemar. Dimana kemuliaan yang sesungguhnya ? Allah SWT telah berfirman Qulillaahumma maalikal mulki tu’til mulka mantasyaa-u wa tanzi’ul mulka mim man tasyaa-u wa tu’ izzu mantasyaa-u wa tu dzillu man tasyaa-u bi yadikal khairu innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir – Katakanlah, “ Ya Allah, Pemilik kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau tanggalkan ( hilangkan ) kerajaan itu dari siapa yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Allah menggandengkan kekuasaan dengan kemuliaan dalam suatu kedekatan. Maka ada orang yang diberikan kekuasaan sehingga dimuliakan. Semakin tinggi kekuasaan semakin dimuliakan. Orang yang sebelum mempunyai jabatan biasa-biasa saja. Tetapi setelah mempunyai jabatan menjadi dihargai, dihormati.

Tetapi mengapa pula ada orang yang mempunyai kekuasaan akhirnya hina. Ternyata siapa yang mengejar kemuliaan yang pasti akan sirna seperti harta, kedudukan, pangkat, jabatan maka sirna pula kemuliaan. Kemuliaan yang hakiki adalah kalau kita memiliki kemuliaan dari Allah yang pasti tidak akan pernah sirna dari Yang Maha Dekat.

Saudara sekalian, sebentar lagi pemilu diadakan. Ada peserta pemilu yang sudah kalah dari sekarang, yaitu peserta pemilu yang ingin mendapatkan kemenangan, tetapi mulai dari sekarang sudah licik, melakukan tindakan yang tidak halal. Kemenangan pemilu bukan memenangkan dengan jumlah pemilih terbanyak, tetapi kemenangan pemilu adalah ketika orang bisa mencapai dengan apa yang disukai Allah SWT. Walaupun mungkin tidak bisa mendapatkan suara yang terbanyak, tetapi dia berhasil mendapatkan kejujuran.

Maka kita harus berpegang bahwa barang siapa yang ingin mulia, dia harus berkuasa, berkuasa atas dirinya sendiri. Inilah yang disa membuat mulia dimanapun berada. Karena orang tidak akan jatuh oleh orang lain tetapi akan jatuh oleh dirinya sendiri. Kalau dihina, dicaci, dimaki itu tidak berarti. Rasulullah dan para nabi diperlakukan dengan keji, dihina, dicaci, dimaki dan lain sebagainya. Yang menjadikan berbahaya jikalau diri kita menjadi orang yang suka menghina, mencaci, memaki.

Insya Allah negeri kita menjadi terhormat kalau sebelum berebut kekuasaan, berebut menguasai dirinya sendiri. Seberapa banyak orang yang mempunyai kekuasaan terpelanting gara-gara tidak bisa menguasai diri.

Yang harus kita kuasai adalah bahwa Ramadhan mendatang saat melatih mengendalikan mata, telinga, lisan dan seluruh anggota tubuh terjaga dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Mata sanggup menahan dari pandangan yang tidak halal. Telinga terjaga dari pendengaran yang tidak bermanfaat. Lisan terjaga dari berkata-kata yang tidak baik.

Ada 4 kelompok orang dilihat dari ciri-ciri perkataannya.

1. Orang yang hebat, bijak dan besar.
Cirinya : Orang yang sibuk bercerita tentang hikmah, ilmu, dzikir. Kalau berbicara syarat dengan makna dan manfaat bagi dirinya dan orang lain.

2. Orang yang biasa-biasa saja.
Cirinya : Orang yang sibuk bercerita tentang peristiwa, tetapi tidak bermakna.

3. Orang rendahan.
Cirinya : Kalau bicara tidak jauh dari mengeluh, mencela, menghina, sehingga tidak pernah merasakan bahagia.

4. Orang yang dangkal.
Cirinya : Orang yang kalau bicara sibuk menceritakan dirinya dengan ingin mengangkat supaya dipuji oleh orang lain.

Nabi Muhammad SAW bicaranya sedikit, namun setiap kali bicara bermakna bagai untaian intan, mutiara, indah, bernilai dan berharga. Itulah muslim yang baik. Jangan ingin bicara kecuali pasti kebenarnya. Sederhana, syarat dengan makna dan tepat situasi serta kondisinya.


Alhamdulillaahirobbil’alamin

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home